"BAITULLAH PADAKU"
"BAITULLAH PADAKU"
(warkah rindu buat Abah dan
Emak#2)
(Penulis MasSittiSya)
Baitullah padaku
Aku memeluknya dalam pergumulan
paling sakral
aku merengkuhnya dalam hasrat
luar biasa.
dengan rasa yang tak biasa, walau
tidak menyentuhnya
Aku melumat hajjar aswad-Nya,
dalam tangis paling indah yg kau kisahkan di masa belia
pada purnama ke-tiga puluh lima
setelah jejakmu abadi di sini,
aku mencari-cari,
jejakmu seakan kasat mata.
Mengamati tapak-tapak kakimu di
ubin demi ubin yang tersusun indah,
rapi menghadap baitullah
jejak yang kau tinggalkan puluhan
tahun yang lalu.
Di pelataran suci ini kutulis
kembali syair rindumu
Aku bersimpuh lekat
bersujud,
menyempurnakan rindumu, rindu
kita.
juga rindu anak-cucumu.
Aku mencari aroma sujudmu di
hadapan-Nya
Adakah kau rasa hadirku di sini?
getaran sukma menyatu dalam
sapuan mentari tanpa angin
hangat di pucuk ubunku
1984, Baitullah memagut rindumu
dan kau memeluknya dalam cinta dan doa maha sempurna
Masih terngiang di telinga
Bait-bait indah itu masih
tersimpan di relung jiwa
Tersemat di antara batang usia
yang semakin merenta
Lebih dari separuh usia
berpuluh purnama padam di rindu
kita
Menjelajah belantara petuah yang
kau sisipkan di geliat usia belia
pesan itu belum mengering
masih terpahat kuat di dinding
"pergilah ke sana, bila
saatnya tiba. Allah selalu mendengar segala pinta"
itu pesanmu dalam cerita remaja.
Kala itu, diamku meraja. Belum
"merasa".
Belum tersirat segala
makna.
Abah, Emak.
Aku telah bersimpuh di depan
pintu Baitullah.
Menengadahkan tangan, menghimpun
pinta dalam
getar sukma
Bersimbah air mata di antara para
insan pemburu pinta
Seakan tanganmu di kepala,
membelai mesra dalam doa serupa
Sujudku serasa sempurna dalam
belaian tanganmu yang kusuka
Sejuk usapanmu dan hangat terasa
Bersujud di alam terbuka di
antara wajah-wajah dalam derai air mata
Aku melihatmu, Abah
Aku merasakanmu, Emak
tegak berdiri di sisiku, di bawah
bayang Baitullah
di depan al multazam-Nya
tersenyum bahagia mengamini doaku
Langit seakan terbakar di atasku
Hadirmu begitu berasa hingga
panas tak terasa
Tak berbilang dosa telah
kurangkai di masa belia
juga saat menginjak dewasa
hingga usia merenta
Aku inginkan pengampunan
atas segala kilaf dan leka
pada Sang Maha Sempurna
aku tak sanggup membilang
dosa-dosa
jiwa raga yang papa kedana
Abah, Emak. Baitullah padaku
Multazam tegak di depanku.
Aku telah menyentuhnya. Pelan
dalam diam, dalam untaian doa-doa.
Aku telah merengkuhnya,
memeluknya, mengabarkan segala pinta pada-Nya
Aku mengulangi, melafalkan
kembali bait-bait doa yang dulu kau senandungkan.
Dan kini, aku telah di sini.
Memenuhi pintamu pada Illahi.
Kupanggil mereka dalam bayangan
wajah yang merindu,
seperti rindumu.
kuserukan nama-nama mereka di
setiap sujudku,
berharap penuh jejak mereka juga
akan di sini.
Entah bila, tapi nyata adanya
Derai air mata adalah saksi bisu
perjumpaanku dengan-Nya
hiba dalam pinta agar Dia juga
memanggil mereka, mengijabah semua doa
Pinta yang sama,
Doa yang serupa._
Pintaku kusadaikan di sudut
kiri dinding Baitullah,
telah kukebat rinduku padamu yang
duluan pulang pada-Nya
seiring doa agar pintu surga
selalu terbuka
untukmu dan untuk kita.
Abah, Emak.
Engkau hadir membaca rinduku yang
meranggas di kepak-kepak merpati yang bebas terbang menikmati mentari pagi
Masjidil haram memanggil pulang
menagih pesan Abah dalam desir
angin surgawi
mengukir ulang pinta Emak dalam
panas mentari
aku merasakan getar-Nya
aku menikmati rasa-Nya
aku mengharapkan ijabah-Nya
Aku hadir menuntaskan
mimpimu
aku telah memindai pesan-pesan
manis yang kau lafaskan di setiap sujudmu dulu
pinta di celah dinding papan
rumah kita
dalam desir angin laut kampung
kita
di antara kecipak riak gelombang
dan pasir pantai kuning bersih tanah kita.
Baitullah telah kusentuh dengan
jemariku
telah kurasakan kesejukan
kiswahnya.
bukan untuk apa-apa atau karena
apa-apa, tapi karena aku ingin mengabarkan pesan padamu
bahwa pintamu telah tersematkan
di sini.
Jejak jemari kita menyatu di
sini.
Di dinding batu ini.
Di sudut kiri ini.
Abah, pada batang kelapa di
halaman kita telah kau titipkan beribu doa untukku
Emak, pada helai daun-daun pepaya
di belakang rumah kita kau selipkan sepotong pinta itu
aku membacanya setelah kau
tiada
Kini Dia menggenapkan pintamu
menyambutku dengan tangan- Nya
yang terkembang.
Memelukku dalam alunan "labaik
allahumma labaik
labaik kalasari
kalakalabaik..innal hamda wal nikmataka lakawslmulk lasari kalak
Dengan mata sembab kulafalkan
bait-bait suci itu,
semampuku sekuat getar nafasku
sepenuh jiwaku yang kerdil
berlumur dosa
Kau mengintai di balik tirai
surgawi
membilang rindu kita di sela-sela
isak tersendatku
Aku luluh dalam doa panjang
menangkup kedua tanganku dalam
derai tak tertahan
Aku mohon segala pinta pada-Nya
agar kidung rindu yang kulafaskan
lewat bait-bait doa tiba di pangkuan- Nya
Emak, Abah. Aku belum melihat
bulan
Aku menunggu purnamanya, berharap
cahaya wajahmu ada di sana
Aku ingin menyaksikan senyummu
melihatku di sini, di tanah suci
ini
bersama bintang-bintang malam
menyenandungkan irama cinta
dalam syair rindu kita yang
menyatu di sini.
al fatihah.
(Tanah Haram, 28 Juli 2019)
Komentar
Posting Komentar