PETUAH DI SEPENGGAL PAGI
Aku
membacamu dan menulisnya di pagi bermula
Kau
bercerita dengan mata
Aku mengebat
erat pesan tersirat
Tentang
nestapa bumi yang berjelaga
Aku
menyimak gundah menggulana di renta usia
Tak
tampak lelah walau tersamar resah
“Bumi
ini sakit, Bung!” Kau menggeram
“Hutan
meranggas!”
Kau menggeru
“Ditebas
tanpa belas!” Kau merintih
Aku
membacamu dan menulisnya di pagi bermula
Kau
tertatih dalam perih menyibak daun-daun yang mengabu
Tersiok
melangkah di antara batang yang menjadi arang
“Mereka
telah menjarahnya, Bung!”
Kau
bergumam pahit
“Menyisakan
bahaya benzana”
“Menyinggahkan
Ispa”
“Pembantaian
masal telah terjadi walau bukan dengan belati,
Tapi
dengan senjati API”
Kau
menatapku. Menyala!
Aku
membaca amuk di matamu
Amarah
yang tak sudah-sudah
Namun,
tak pernah lelah untuk berpetuah
Segenggam
benih telah kau tumpah
di
telapak tanganku yang terdedah
“Kutitip
untuk kau hijaukan!”
“Musnahkan
jelaga dan Jaga!”
Pesanmu
menggema.
Dan aku
menulisnya di pagi bermula
(Pekanbaru,
13 Maret 2021)
Komentar
Posting Komentar