CERMIN: "Lelaki di ATM"
"Lelaki di ATM"
(sebuah kisah nyata di Minggu
pagi )
Mentari merangkak pelan dengan
angin sepoi menghangat ketika kuparkir sepeda motorku di sudut kiri ATM itu.
Sepi. Tidak banyak yang antre. Alhamdulillah, ucapku membatin. Sesaat aku
menunggu di depan pintu masuk karena ada seorang lelaki di dalamnya dan aku
sedikit lega karena dia hanya sebentar dan segera membuka pintu.
Sambil mengambil ATM didompet,
aku melangkah menuju pintu, tapi langkahku terhenti karena lelaki itu tegak di
depanku dengan tatapan panik dan sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu. Benar
saja.
"Bu, bisa tolong saya,
Bu?Tolong saya transfer uang ini, Bu. Ke anak saya. Uang di rekening saya tidak
cukup, Bu. Ini saya punya uang. Tolong ibu ambil saja dan tolong transferkan ke
rekening anak saya ya Bu. Ini nomor rekeningnya. Tolong saya, Bu."
Sesaat aku tak bisa berkata-kata.
Hanya menatap wajahnya lalu berpindah ke tangannya yang menggenggam beberapa
helai uang lusuh. Tidak banyak. Tapi,....
Pikiran logisku tiba-tiba
diingatkan pada sebuah pesan yang sering kubaca dimedsos tentang berbagai trik
penipuan di ATM. Otakku melarangku untuk mengikuti kata hatiku yang sudah mulai
terenyuh dengan keadaan lelaki di depanku ini. Kemeja dan celananya yang
setengah lusuh dan sendal jepit yang juga sangat sederhana berusaha
meyakinkanku bahwa dia jujur. Tidak mungkin menipu dengan uang hanya sebanyak
ini. Tapi tetap saja batinku berdebat dengan pikiran waspadaku.
"Ada apa ya?"
Seorang lelaki yang baru saja
turun dari mobilnya menyapa. Sepertinya dia juga bermaksud melakukan transaksi
di ATM ini.
"Oh, tidak apa-apa, Pak.
Cuma Bapak ini mau minta tolong transferkan uang ke rekening anaknya karena
uang di rekeningnya tidak cukup lagi. Nih, dia bawa uangnya. Bapak bisa
menolongnya?" Jelasku menyelamatkan diri dari situasi yang sulit ini
sambil menunjuk beberapa uang lusuh itu.
"Oke. Sini uangnya dan
berapa nomor rekeningnya."
Bapak itu langsung masuk ke ATM
dan melakukan transaksi setelah menerima uang dan nomor rekening yang dia
minta.
Aku kembali terdiam dengan
pikiran tidak menentu, menunggu bapak itu keluar dari ATM. Aku harap-harap
cemas dan berdoa semoga Bapak yang tulus ingin menolong ini tidak tertipu. Aku
tidak berharap tiba-tiba rekeningnya terkuras karena menolong bapak setengah
lusuh ini. Astagfirullahalazim. Aku beristighfar menyadari pikiran sesat yang
sedang menguasaiku. Lelaki lusuh itu masih berdiri di sampingku dengan
gelisah. Sama gelisahnya dengan hatiku, hanya aku berusaha tenang dan terus
beristighfar memohon ampun pada Allah bila aku ternyata hanya berprasangka
buruk terhadap lelaki ini.
"Sudah, Pak. Sudah saya
transfer."
Lelaki penolong itu sudah keluar
dari ATM dan menyerahkan bukti transfernya. Lelaki setengah lusuh itu tak henti
mengucapkan terima kasih hingga si penolong itu berlalu dengan mobilnya. Aku
menyaksikan semua itu dengan perasaan dan pikiran yang sulit kuterjemahkan.
Rasa bersalah dan terlalu berhati-hati menghantui pikiranku sesaat ini hingga
berkali-kali aku salah memasukkan nomor pin ATM-ku.
Lelaki itu masih berdiri tidak
jauh dari ATM sambil menunduk menatap poncelnya yang kecil bewarna hitam itu.
Aku memperhatikan gerak geriknya sebelum menstarter sepeda motorku. Sepertinya
dia sedang mengirim pesan ke anaknya. Mungkin memberitahukan kalau uangnya
sudah ditransfer. Lelaki itu siap-siap mau pergi setelah mengantongi poncelnya
ke saku kemejanya. Kulihat ada rona bahagia di matanya. Dan aku menangis.
Terenyuh dihimpit rasa sesal dan bersalah. Tidak tau mengapa tiba-tiba nuraniku
mrmbimbingku mrnghampiri lelaki itu.
"Pak, maafkan saya tadi
ya?Tidak mau menolong Bapak, padahal Bapak sangat membutuhkan pertolongan
saya."
Air mataku sudah menggenang di
pelupuknya mengaburkan pandanganku. Lelaki itu tersenyum. Tidak nampak
sedikit pun rasa kecewa dan sakit hati di matanya. Aku semakin terenyuh
mrnyaksikan senyum tulusnya.
"sekali lagi, maafkan saya
ya, Pak"
Aku mrnjabat tangannya dengan
kedua tanganku sambil menyelipkan beberapa lembar ke tangannya.
"Ini sebagai ganti uang yang
Bapak transfer tadi, ya.."ucapku serak berusaha menahan agar tidak
menangis di depannya.
Lelaki lusuh itu terpaku menatapku. Mungkin tidak menduga mengalami situasi ini. Matanya berkaca-kaca tak sanggup berkata-kata. Aku tersenyum padanya dan pamit menuju sepeda motorku dengan air mata tumpah. Matahari masih bersinar redup. Angin srmilir mrmainkan ujung jilbabku. Aku menstarter motor dan berlalu. Aku menoleh ke kanan, lelaki itu masih di sana, menatapku tersenyum. Tulus. Sekilas terbayang senyum anakku Bintang Apriansyah yang jauh di rantau sana ketika menerima transferan dariku, sama seperti senyum anak Bapak dengan kemeja dan celana lusuh tadi. Ya Rabbi, ampuni aku pagi ini...(Tegalsari, Rumbai
)
Komentar
Posting Komentar