bukan sekedar guru...

BUKAN SEKEDAR GURU….
(Sebuah kisah)
“….katanya…
“Cobalah. Nak. Ibu doakan.”
Kalimat itu yang mengawali
kanan dan kiri saat berjalan
Melepas tangannya dengan kepastian
Membuka hati, pikiran, dan jiwa
Terganti gelap menjadi terang
Empat kata ucapannya
Lebih dari hanya sekedar kalimat
Tak sengaja terpikir siapa yang
mengucapkannya
Siapa?
Dia itu
Ia yang lebih dari sekedar guru...
”Makasih, Bu, udah mau jadi lebih dari sekedar
Guru bagi saya...”

Waktu itu aku baru saja selesai mengajar dan ingin beristirahat di kantor. Ketika kuhampiri mejaku, kulihat ada secarik kertas yang ditulis tangan...ternyata sebuah puisi yang lumayan panjang...lambat-lambat kubaca kata demi kata dalam puisi itu. Begitu dalam dan menyentuh naluri  keibuanku. Kuyakin yang menulisnya adalah salah seorang siswaku. Kubertanya-tanya siapakah gerangan siswa itu? Beberapa minggu aku tak menemukan jawabannya, sampai pada suatu ketika,  ada salah seorang siswa yang bertanya, ”Ibu sudah membacanya?” Sesaat aku tertegun dan memikirkan pertanyaannya..dan beberapa saat aku tersenyum padanya dan kubisikan terima kasih  karena sudah menemukan jawaban dari pertanyaan tentang siapa sebenarnya penulis puisi yang tergeletak manis di mejaku beberapa waktu yang lalu....dia adalah siswa yang kini sedang menyelesaikan studinya di Australia. Salah seorang anak didikku. Salah seorang siswa yang menjadikanku tidak hanya sebagai guru bahasa Indonesianya tetapi sebagai tempatnya berbagi dan menangis ketika permasalahan yang dialaminya tak sanggup dia bagikan ke orang lain, termasuk ke orang tuanyanya sendiri. Begitulah salah satu wujud persembahan cinta anak didikku kepadaku. Mereka selalu merasa dekat dan selalu terbuka, tak sekedar menganggapku hanya seorang guru, tatapi juga sebagai sahabat bagi jiwanya. Begitu juga dengan diriku, sebagai manusia pilihan yang diutus Allah untk menyampaikan materi pembelajaran, aku selalu terbuka menerima mereka  tidak hanya sekedar sebagai seorang siswa, melainkan sebagai manusia yang butuh perhatian. Di sela-sela tanggung jawabku sebagai pengajar, aku sangat menikmati peran tambahan  ini. Aku menyadari bahwa suatu saat bisa saja permasalahan yang dialami siswaku ini terjadi pada anak kandungku sendiri. 

            Tujuh belas tahun sudah kuhabiskan waktuku untuk menjadi tenaga pendidik di sebuah sekolah swasta di kotaku, Pekanbaru, Riau. Aku sangat menikmati pekerjaanku. Hari-hari kulalui dengan canda dan tawa bersama anak-anak didikku. Hari-hari di sekolah bagiku adalah hari-hari yang menyenangkan. Aku senang berada di antara anak-anak didikku. Aku selalu berusaha masuk dan diterima di dalam dunia mereka, dengan harapan mereka akan senang belajar denganku dan mampu menyerap materi pembelajaran yang kusampaikan. Aku menyadari betul, bahwa tugas guru bukan hanya sekedar mengajar, menyampaikan materi lalu pulang ke rumah. Tetapi lebih dari itu, guru tidak sekedar menjejalkan ilmunya kepada anak didiknya, tatapi juga harus mendidik mereka menjadi ”manusia” yang tidak hanya kaya ilmu tetapi juga kaya hati dan tidak miskin moral, serta mempunyai mental yang kuat dan siap menerima tantangan dalam kehidupan masa remajanya.
            Aku memaknai bahwa aku adalah manusia pilihan yang diutus oleh Allah untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada anak-anak didikku. Sebagai utusan atau pendakwah tentu saja aku harus berpedoman pada kitab silabus dalam penyampaian materi pembelajaraan. Aku menyadari tugas mulia ini merupakan sebuah pilihan yang kupilih bukan karena sebuah kebetulan belaka, bukan karena waktu itu aku tidak diterima di fakultas lain, tetapi memang karena aku ingin menjadi guru. Menjadi guru bahasa Indonesia yang dicintai oleh murid-muridnya.
            Guru mengandung makna kata digugu dan ditiru, diikuti dan dipanuti sikap dan perbuatannya. Setiap saat aku selalu berusaha untuk bisa jadi sosok yang dapat ditauladani anak-anak didikku dan selalu berusaha tsmpil maksimal ketika memberikan petuah-petuah pembelajaran yang diatur dalam silabus pembelajaran dan kurikulum. Aku tidak takut dikritik dan dikomentari oleh mereka, dan selalu terbuka menerima masukan dari mereka. Setiap akhir semester, aku selalu meminta agar mereka menuliskan kelebihan dan kekuranganku dalam mengajar dan menuliskannya disecarik kertas. Mereka dengan jujur menyampaikan apa yang mereka rasakan ketika menerima materi pelajaran yang kuberikan. Alhamdulillah, hampir semuanya positif dan mereka sangat menikmati pembelajaran selama belajar denganku. Kritikan pedas juga mereka sampaikan yaitu agar aku lebih tegas terhadap siswa yang kadang-kadang sudah sangat keterlaluan dalam melanggar aturan sekolah.
Terkadang banyak hal yang menjadi kendala bagiku untuk bisa menjadikan anak didikku tidak sekedar paham dengan segala teori kehidupan yang sering mereka dengarkan atau yang mereka terima di sekolah. Banyak hal nyata yang tidak menjadi sempurna ketika disandingkan dengan teori yang mereka dapatkan. Lebih banyak lagi hal-hal baru yang lebih menantang dan menggoda mereka untuk tahu lebih banyak dari sekedar informasi yang mereka terima dari guru-guru di sekolah. Apalagi segala fasilitas dengan teknologi infomasi bisa diakses di mana-mana membuka kesempatan bagi mereka untuk mencari serta menemukan sendiri apa yang ingin mereka ketahui. Di sinilah peranku sebagai seorang guru ditantang. Aku berusaha mendekatkan diri pada mereka. Mengingat dan menghimbau agar mereka tidak terperangkap dengan carut-marut penyalahgunaan teknologi informasi yang semakin marak saat ini.Terkadang mereka menjadikanku teman curhat. Mereka menceritakan apa saja yang menjadi permasalahan dalam hidupnya. Pacar, sekolah, lingkungan, bahkan konflik keluarga pun tak segan-segan mereka ungkapkan kepadaku. Aku seumpama sahabat bagi siswaku. Dan aku sangat menikmatinya. Bahagia rasanya bisa menjadi bagian dari mereka.
            Menjadi guru adalah keinginanku sejak di bangku SD. Sejak SD aku sudah sangat mencintai pelajaran bahasa Indonesia. Aku sering mengikuti lomba  membaca puisi sejak SD. Memang tidak setiap kali lomba aku jadi pemenangnya, kekalahanku di lomba menambah semangatku untuk terus berkarya. Aku rajin menulis puisi walau tidak dipublikasikan. Terkadang aku selalu bertukar komentar dengan siswa-siswa yang juga suka menulis puisi. Kami suka berbagi pengalaman. Kecintaanku kepada puisi dan novel sangat mendukung pembelajaran yang menjadi tanggung jawabku. Aku selalu berusaha menciptakan suasana belajar yang bisa membuat anak didiku betah di kelas dan tidak bosan bila belajar denganku. Bagaimana mereka bisa menikmati proses pembelajaran ini bila mereka tidak nyaman berada di dalamnya. Aku bersyukur karena bisa memiliki kelas sendiri dan bisa menciptakan dan menghadirkan suasana dan iklim kelas yang berbeda dari kelas-kelas lainnya, sehingga mereka akan merasakan perbedaan itu jika sudah berada di kelasku.
Siswa-siswaku sangat senang belajar denganku karena menurut mereka aku selalu berusaha memahami mereka walau terkadang bisa jadi pemarah juga. Menghadapi berbagai macam tipe dan karakter siswa terkadang membuat diriku kewalahan dalam menyikapi mereka. Remaja seusia mereka adalah remaja yang maunya selalu ingin dimaklumi keinginannya. Dididik dengan kekerasan bukanlah suatu solusi,. Bila hal ini dilakukan, seorang guru tidak akan berhasil menggiring anak didiknya menguasai kompetensi-kompetensi yang ingin dicapainya. Bahkan guru yang selalu bertindak dengan kekerasan akan tidak disukai siswa. Bila siswa sudah tidak menyukai gurunya, bagaimana mungkin pembelajaran yang disampaikannya bisa mencapai sasaran yang diharapkan? Tetapi terlalu lembut dan lunak dalam menghadapi mereka juga tidak selalu tepat. Terkadang mereka memanfaatkan kelembutan yang kita berikan. Begitulah, memang serba salah. Semuanya harus dikembalikan kepada  sang guru, bagaimana jelinya memilih dan memilah kiat dan strategi yang tepat  dalam melaksanakan pembelajarannya.
Menjalin komunikasi dan kerja sama dengan orang tua siswa adalah sebuah solusi yang baik dalam menghadapi permasalahan seperti ini. Hal ini pula yang sering kulakukan bila terbentur dengan permasalahan dengan anak-anak didikku, baik dalam hal akademisnya maupun dalam menghadapi sikapnya. Aku bersyukur karena setiap orang tua siswa selalu siap bertukar informasi dan bekerja sama dalam mengatasi permasalahan anak-anaknya. Sehingga tidak jarang hubungan silaturrahmi ini terus berlanjut walaupun anak-anak mereka sudah tidak menjadi anak-anak didikku lagi. Menjadi suatu kebahagiaan sendiri ketika para alumni datang berkunjung ke sekolah dan masih mengingatku. Betapa hati ini jadi sangat terharu ketika suatu hari ketika aku datang ke Jakarta memenuhi undangan LIPI sebagai finalis lomba kreatifitas ilmiah guru. Ketika sedang kebingungan mencari tumpangan dari Bandara Soekarno Hatta ke LIPI, datanglah sebuah bantuan yang sama sekali tak kuduga sebelumnya, bantuan itu datang dari salah seorang alumni yang sudah bekerja di Jakarta dan masih mengingatku sebagai guru yang pernah mengajarnya. Aku diantar sampai ke pintu hotel tempat para finalis berkumpul. Subhanallah!! Aku sangat terharu dan bangga pernah menjadi guru mereka.(by sittisyathariah)

Komentar

Postingan Populer