Ketika Dita Ingin Handphone

 “Bu...IBu....Dita tidak mau sekolah lagi...Dita maluu...” Tangis Dita pecah. Bu Rahman menghampiri anaknya dan menenangkannya.
“Ada apa, Nak?....kok datang langsung teriak-teriak dan marah-marah...”
“Dita dihukum Bu Guru karena buku PR matematika Dita tertinggal di rumah. Andaikan Dita punya hp..kan bisa sms ayah supaya bisa menjemput buku PR Dita dan mengantarnya ke sekolah. Bu...huuuuhuuu..pokoknya belikan Dita hp..huuuuuuhuuuuu” Dita menangis. Dan berlari ke kamarnya. Bu Rahman menggeleng-gelengkan kepalanya. Dita memang sudah berkali-kali merengek meminta dibelikan handphone. Satu-satunya hp yang mereka punya adalah hp pemberian Pak Jarwo, pemilik toko material bangunan tempat ayah Dita bekerja. Pak Jarwo sengaja memberikan hp tua miliknya itu untuk memudahkan komunikasinya dengan Pak Rahman sebagai pegawainya.


Keesokan harinya Pak Rahman membujuk Dita. Pak Rahman sudah mendengar cerita dari istrinya tentang peristiwa yang dialami anaknya.
“Dita, ayo cepat bangun...sudah siang nih...nanti terlambat, lo...”  Pelan-pelan dibukanya pintu kamar putrinya itu. Pak Rahman menghampiri Dita yang sudah siap dengan seragam merah putihnya tapi masih terlihat kesal dan malas-malasan. Melihat kehadiran ayahnya, Dita menutup wajahnya dengan bantal.
 “Dita tidak mau sekolah...Ayah jahat....Ayah tidak mau membelikan Dita hp...huhuuuuu” Dita menangis. Air matanya deras mengalir. Bahunya berguncang.                         
“Ya..sudah, nanti kalau uang ayah sudah cukup pasti ayah belikan. Ayah berangkat kerja dulu, ya..” Pak Rahman meninggalkan Dita yang masih dalam keadaan  kesal. Di matanya melintas wajah Bu Rina yang telah menghukumnya. Wajah teman-teman sekelas yang asyik dengan hp-hpnya.  Terbayang di matanya ketika Ayu dan Ria asyik bermain game di hp-nya.. Dino dan Jody juga asyik mendengar lagu dari hp mereka. Huuhhh!! Dita kesal dan sedih sekali karena tidak bisa seperti teman-temannya. Padahal Dita tidak minta hp yang mahal dan bagus seperti punya Rani. Hp Rani cantik sekali. Warnanya berganti-ganti selaras dengan pita rambut atau tas sekolahnya. Dita lupa bahwa Dion pernah ditegur Bu Guru karena asyik bermain game di hpnya. Dita juga lupa kalau gara-gara asyik berkirim sms, Bella dan Sinta jadi lupa belajar waktu akan ulangan sehingga nilainya jadi jelek. Tetapi Dita tidak perduli. Keinginannya untuk memiliki hp sudah tidak sabar lagi.  Dita kembali menutup mukanya dengan bantal ketika dilihatnya Ibunya datang menghampiri.
“Dita, coba lihat ke ibu...nih..ibu punya sesuatu.” Bu Rahman menepuk lembut punggung anaknya. Dita melihat sebuah buku tulis kumal berada di tangan ibunya.
“Nih...coba baca..” Bu Rahman menyodorkan buku itu kepada Dita. Dita memperhatikan isi buku itu. Keningnya berkerut tanda tidak mengerti.
“Catatan apa ini, Bu..” tanya Dita meminta penjelasan.
“Ini catatan pemasukan dan pengeluaran keluarga kita setiap bulan, Nak.” Dita mengambil buku itu dan membaca catatan dan angka-angka di sana.
“Kamu bisa lihat, Dita. Berapa gaji ayah satu bulan. Kamu juga bisa lihat jumlah uang yang harus kita keluarkan setiap bulannya. Kita harus membayar listrik, uang sekolahmu, uang jajanmu setiap hari, dan biaya hidup kita selama sebulan. Semuanya ibu catat di sini.” Bu Rahman menjelaskan.
“Nih, lihat! Inilah sisa gaji ayah yang bisa ibu tabung setiap bulannya. Tidak seberapa jumlahnya. Dita mengerti?” Bu Rahman menatap mata anaknya. Dita terdiam tanpa kata. Di sudut matanya menetes air mata. Dita memeluk ibunya. Gadis itu menyesali sikapnya. Dita merasa sangat berdosa kepada kedua orang tuanya.
“Tabungan kita belum cukup untuk membeli sebuah hp untukmu, sekalipun yang paling murah. Sabar ya, Nak..” Bu Rahman membelai rambut Dita dengan lembut.
“Maafkan Dita, Bu...Dita sangat menyesal karena telah memaksa Ayah dan Ibu. Memang belum saatnya Dita mempunyai handphone.” Dita menghapus sisa air matanya. Dia tidak harus cemburu dengan teman-teman sekelasnya yang telah memiliki hp karena mereka memang keluarga yang mampu. Lagi pula hp itu belum begitu penting dan berguna. Buru-buru Dita turun dari tempat tidurnya. Diciumnya tangan ibunya dan Dita berlari ke halaman mengejar ayahnya.
“Ayah....tunggu....Dita mau ke sekolah bersama Ayah...” Bu Rahman tersenyum lega. Pak Rahman juga. Dita telah kembali ceria dan tidak sedih lagi.
“Maafkan Dita, Ayah. Dita akan menabung sebagian dari uang jajan agar bisa beli hp. Dita janji tidak akan iri sama teman-teman yang sudah punya hp. Dita janji untuk tidak lupa lagi membawa buku PR.”
“Nah..bagus sekali! Itu tandanya  anak yang pintar. Nanti kekurangannya akan ayah dan ibu tambahkan.” Pak Rahman mencubit lembut pipi anaknya.
Dita mencium tangan ayahnya. Gadis itu melangkahkan kakinya dengan ringan memasuki pagar sekolahnya. Dita tidak lagi memikirkan hp-hp temannya yang cantik dan berwarna-warni itu.Oh hp...belum saatnya kau kumiliki....tunggu aja! Dita berlari menghampiri Gina dan Wenny yang melambaikan tangan mereka ke arahnya.  “Oh, handphone...tunggulah beberapa bulan lagi.Tunggu tabunganku cukup ya. Kau pasti kumiliki!!.”Dita berbisik optimis.

Komentar

Postingan Populer