Masih Ada Harapan sebelum Mati

I
Masih ada harapan
sebelum mati,
sebelum kepedihan
sampai ke inti.
Mungkin tak ada
yang pantas kita
pertahankan, bila
pada akhirnya
setiap pilihan
cuma mampu
melemparkan
kita pada kebencian.
(Namun, apakah arti kehidupan,
bila kita musti selalu
menyerah pada kenyataan?)
Jadi, baiklah kita
lanjutkan saja
perjalanan ini,
sambil mencoba
meresapi
setiap kepedihan,
meski akhirnya
keberadaan
musti meluruh
seperti sisa embun
di daun jatuh.
Mungkin suatu ketika
kita akan terjatuh,
lantas seperti
sebatang pohon
(yang telah rubuh)
kita memandang langit
dengan mata memohon.
"Tak ada kepastian di sana!"
Mungkin begitu awan-awan
akan membentak kita.
Tetapi kita adalah
anak-anak kalah
yang selalu bermimpi
tentang kemenangan,
kita adalah bagian
dari sejarah
yang kerap terlupakan.
"Kami tak akan menyerah!"
Mungkin begitu kita akan
menantang awan-awan,
sambil sesekali
meludah
kepada kekosongan.


II
Masih ada harapan
sebelum mati,
sebelum kebekuan
menuntaskan nyeri.
Atau biarkan
jalan-jalan asing
dan berbatu itu:
perlahan
melilit hati
dan pikiran kita.
Atau biarkan
tangan-tangan waktu
yang akan membakar
dan meledakkan
perjalanan kita,
lantas seperti asap
kita akan bertiup:
sambil mendekap
bayang-bayang hidup.
"Tapi kalian
adalah kepedihan,
adalah kepedihan,
adalah kepedihan!"
Mungkin begitu
matahari akan
berteriak membentak
kita. Tapi napas
dan keinginan
akan tetap menyatu
di puncak pencarian,
sedangkan waktu
tak pernah tuntas
memberikan jawaban.
Jadi, tak ada
yang musti
kita takutkan,
bila akhirnya
kita akan tetap
sampai pada kematian:
s
e
n
d
i
r
i
merasakan puncak kepedihan.

Komentar

Postingan Populer