DARI SEORANG GURU KEPADA PRESIDENNYA



Wahai Bapak Bangsa Yang Mulia,
Saya rangkaikan aksara demi aksara menjadi sebuah kata,
Saya satukan kata demi kata menjadi sebuah frasa,
Saya jalinkan frasa demi frasa membentuk untaian klausa,
Saya kumpulkan berpuluh-puluh klausa menjadi kalimat bermakna,
Saya beranikan diri merangkaikan kalimat membentuk sebuah wacana,
Saya persembahkan selembar wacana cinta curahan jiwa bagi Bapak Bangsa.

Wahai Bapak Bangsaku,
Adalah saya seorang guru di sebuah penjuru,
Panggilan jiwa dari nurani terdalam mengabdi untuk berbagi tahu,
Mengasihi dan menyayangi anak didik sembari menebar ilmu,
Membimbing dan mendidik siswa tidak sekedar sebagai guru.
Tapi,  Pak....betapa akhir-akhir ini hati ini seperti diiris sembilu.



Wahai Penerima Amanat Yang Terhormat,
Tentang kebijakan Ujian Nasional saya ingin curhat.
Saya tahu standardisasi nasional itu sangat bermanfaat,
Saya paham kualitas pendidikan nasional adalah martabat,
Saya mengerti mutu pendidikan diharapkan terus meningkat,
Tetapi saya melihat Ujian Nasional sekarang sudah tak lagi sehat,
Ada oknum yang tidak bermartabat,
hasil ujian dimanipulasi dengan cara yang sangat jahat,
Para siswa berburu kunci jawaban yang sesat,
membuat hati guru jadi tersayat-sayat.

Bapak Bangsa yang Bijaksana,
Ketika UAN tiba saya kecewa karena pembelajaran bertahun-tahun seperti sia-sia.
Para siswa sibuk bergrilya, mencari kunci jawaban yang tersebar di mana-mana.
Walaupun banyak yang terpedaya dan gagal karenanya, tetapi mereka tak jera jua..
Kenyataan ini sudah bukan jadi rahasia, setiap tahun terulang kejadian yang sama.
Bukan  para siswa saja yang asyik bergrilya, tetapi guru juga sudah ikut serta.
Sungguh perbuatan yang sangat tercela, akan dibawa kemana pendidikan kita?
Ujian Nasional tak lagi jadi cerminan kualitas pendidikan kita.

Bapak Presiden yang saya hormati,
Betapa sedih hati ini ketika mendengar ada siswa bunuh diri
dan juara olimpiade gigit jari berduka hati.
Betapa miris hati ini ketika mendengar satu sekolah gagal Ujian Nasional lagi.
Betapa terluka hati ini ketika  para guru diitangkap polisi karena membuat kunci,
dan kepala sekolah mendekam di balik jeruji besi karena soal ujian nasional dia curi.
Semua dilakukan karena tak tega anak didiknya gagal ujian dan harus mengulang lagi.
Sungguh sebuah alasan yang sangat melukai hati nurani.

Bapak Bangsa yang juga pemerhati,
Bila boleh saya berbagi dari hati, saya ingin kelulusan siswa kembalikan ke kami.
Para guru di sekolah lebih mengerti kualitas siswanya sehari-hari.
Tiga tahun mendidik membuat kami lebih memahami siapa siswa kami,
Sehingga tidak akan salah membuat pertimbangan berdasarkan hati nurani dan prestasi.
Sebuah nilai tidak hanya ditentukan oleh angka akademisi,
tetapi juga sikap dan budi pekerti sehari-hari.

Bapak Presiden yang menjadi harapan,
Sebuah wacana sudah saya sampaikan dalam bentuk untaian dalam tulisan.
Hanya satu yang saya harapkan,
semoga kebijakan tentang pendidikan yang Bapak terapkan ke depan
benar-benar dapat mencerminkan kualitas  pendidikan.
Ujian Nasional tidak perlu dihapuskan, tetapi jangan menjadi sebuah ketentuan
agar berita siswa bunuh diri dan guru ditangkap polisi tak lagi kita dengarkan
hanya karena ketakutan dan ketidaksiapan menghadapi UAN.

Demikianlah surat cinta ini saya persembahkan,
Sebagai ungkapan perasaan dari seorang guru yang peduli dengan pendidikan.
Semoga Bapak selalu diberi kekuatan memimpin Indonesia ke depan
dan seluruh bangsa kita selalu dalam lindungan Tuhan.

Komentar

Postingan Populer