CERMIN: ENTAH SAMPAI BILA

 


# ENTAH SAMPAI BILA#

Oleh:

#Sitti Syathariah#

 

# Sudah lewat tengah malam. langit tanpa rembulan meskipun hanya separuh. Aku  tidak juga bisa menghadirkan mood untuk melanjutkan cerita. Beberapa sms darinya yang belum sempat dihapus kembali kubaca. Setiap kali membacanya, ada getar bersenandung lembut di hatiku. Jantungku berdebar-debar seperti gadis remaja yang sedang jatuh cinta. Pesan-pesan singkat itu telah membangkitkan rasa yang pernah ada.  Pesan-pesan curahan perasaan luka dan terzalimi begitu mengharukan dan sangat menyentuh nurani perempuanku. Bagas terluka parah. Sebagai lelaki harga dirinya sudah tercabik-cabik. Dia harus menelan pil pahit ini karena alasan balas budi. Dia harus menikahi Andina, anak Oom Harris yang sudah membiayai kuliahnya selama ini karena lelaki yang menghamilinya menghilang.

Ingin rasanya aku memeluknya,  mengurangi beban deritanya.  Aku larut dan tenggelam dalam arus kasih yang tiba-tiba menyelinap dalam batinku. Ini bukan sekadar rasa kasihan, simpati, atau pun perihatin. Ini rasa cinta yang datang kembali. Aku berdebat hebat dengan hatiku. Ternyata rasa itu tak pernah pergi. Sayangnya, Bagas sudah menjadi milik Andina.  Sebuah kekhawatiran menghujat kesucianku sebagai perempuan yang selalu teguh menjaga diri dan hati selama ini. Aku bukanlah perempuan yang bisa dengan mudah jatuh hati dengan seorang lelaki. Hatiku terkunci rapat sejak mengenal Bagas. Hanya dia yang bisa membukanya meskipun tidak disadarinya.

Aku dan Bagas terpisah sejak menamatkan SMA karena melanjutkan pendidikan di tempat yang berbeda hingga akhirnya bekerja. Reuni SMA telah mempertemukan kami kembali. Bagas adalah lelaki pertama yang menghadirkan getar cinta di hatiku meskipun ini hanya rahasiaku. Ternyata dia pun merasakan hal yang sama. Dia mengungkapkannya lewat SMS setelah reuni berakhir, setelah kami kembali dalam rutinitas di daerah masing-masing.

 “Aku mencintaimu melebihi apa yang kamu rasakan, Wita.”

Aku tidak langsung membalas sms-nya karena mengatur debar yang bergemuruh di hatiku. Pengakuan itu sudah lama kali ingin kudengar, tetapi mengapa baru sekarang? Setelah dia menikah? Rasa perih terluka menyesak di dadaku. Cinta yang dulu kuncup, mulai mekar lagi di saat yang tidak tepat.

“Sekarang bukan saatnya, Bagas. Sudah terlambat. Ini sangat menyakitkanku.”

Akhirnya aku membalas pesannya dengan air mata sudah bersimbah di pipiku. Sakit sekali. Sulit dipercaya kenyataan ini terjadi dan harus kuhadapi. Ingin rasanya aku membunuh rindu yang terabaikan ini.

“Tuhan, dosakah ini?”

Hatiku gelisah karena merasa telah mencintai lelaki yang sudah beristri. Apa pun alasannya perbuatan ini tidak sesuai dengan hati nuraniku sebagai perempuan. Memang tidak ada hal terlarang yang terjadi selain berbagi perhatian lewat pesan-pesan singkat. Kami selalu menjaga kesucian cinta ini dan tidak ingin menodainya.

Sudah berkali-kali kucoba berdamai dengan diriku untuk tidak berpihak pada rasa yang masih ada dan sulit untuk ditepis. Rasa yang tersimpan rapi selama 7 tahun. Hatiku perih ketika menyadari bahwa rasa ini harus segera dihilangkan dan tidak boleh dipelihara karena akan menjadi duri dalam daging yang tentu saja akan menimbulkan luka yang amat dalam. Tidak hanya bagi diriku tetapi juga menyakitkan bagi Bagas. Perih sekali. Mataku menghangat dan basah.

“Sayang, jangan menangis. Aku yang salah telah mengganggu hidupmu. Andai aku tidak menceritakan semua nestapa ini tentu kita tidak seperti ini. Aku menyesal, sayang. Maafkan aku.”

            Bagas membujuk lembut isakku. Suaranya terdengar pelan di ujung sana. Ingin sekali aku menghambur dalam pelukannya, menumpahkan segala gundah di hatiku. Aku tidak sanggup menahan gejolak batinnya yang terus didera rasa berdosa karena masih mencintai lelaki yang salah. Aku membenamkan tangisku di bantal. Aku benar-benar tenggelam dalam duka hati yang dalam. Aku harus  menyudahi semua ini. Kisah ini tidak boleh berlanjut karena akan semakin dalam membengkak dan infeksi. Tapi bagaimana caranya? Air mata terus membasahi pipiku. Hatiku bimbang dan menggalau tingkat dewa. Keinginan untuk memiliki Bagas dan tetap bertahan merajut tali kasih dengannya bertentangan hebat dalam batinku.  Aku bukan pelakor dan sangat benci dengan pengianatan. Tiba-tiba hp-ku bergetar. Bagas mengirim sms dalam rangkaian kalimat rindu yang selalu kutunggu kehadirannya. Aku membacanya dengan debar dan getar hati yang masih sama. Namun, aku tidak lagi membalasnya. Juga tidak untuk pesan-pesan berikutnya. Kini Bagas entah dimana. Rasa itu masih ada. Entah sampai bila.#

 

Komentar

Postingan Populer